Ini adalah kisah nyata yang sangat memilukan. Tentu nama, tempat dan waktu saya samarkan. Memang jika sudah berumah tangga, masalah yang akan timbul sangat banyak. Bisa dari mana saja tanpa di duga. Cerita kali ini contoh Derita Seorang Istri atau curhatan seorang istri bertahun-tahun.
Peristiwa ini berawal pada tahun 1982. Ketika itu, katakan Melati, seorang gadis yang masih berusia 16 tahun hendak dinikahkan dengan seorang perjaka berusia 27 Tahun dari luar Kota. Saat itu, Melati masih suka bermain dengan temannya. Sehingga tak ada rasa curiga pada suatu saat ada orang yang bertamu ke rumahnya.
Setelah mendengar kabar bahwa akan dinikahkan, si Melati curhat ke ibunya bahwa masih tidak ingin menikah dan juga tidak ada rasa suka ke calon suaminya itu. Sang ibu pun mengerti dan mencoba membantu bicara kepada bapaknya. Tanpa diduga sang ibu pun kena tamparan dari suaminya karena menolak si Melati akan dinikahkan kepada perjaka tersebut, katakan Toni namanya.
Toni adalah lelaki yang baru lulus dari sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di salah satu Kota. Kabarnya, dia adalah salah satu cucu dari keluarga yang kaya di kampungnya, selain itu juga ia sangat pandai mengaji sehingga tak ada alasan lain untuk menolaknya menurut pendapat sang bapak.
Berawal dari sinilah peristiwa memilukan itu terjadi.
Akhirnya pernikahan pun terjadi. Pada tahun kedua pernikahan, mereka (Toni dan Melati) sudah memiliki seorang putra yang sekarang ia sudah menjadi pegawai karyawan Perusahaan yang cukup besar di Kotanya. Kabarnya, anak pertama mereka sangat disayang oleh kakeknya (bapak dari Melati) yaitu suka bermain layang-layang. Hingga salah satu matanya sekarang masih minus. Di masa usia masih anak-anak Sekolah Dasar (SD), katakan Alfi sering mendapat kekerasan dari ayahnya (Toni). Sehingga Alfi pun semakin dekat dengan kakeknya. Ia sering mendapat pukulan, tamparan dan kasih sayang dari seorang ayahnya.
Akhirnya, kekhawatiran naluri seorang ibu pun terjadi. Toni ( suami Melati) ternyata adalah orang yang sedikit malas bekerja. Sehingga Melati pun harus menjadi tulang punggung keluarga dengan cara jualah jamu, kue maupun kerupuk yang dititipkan pada warung-warung di kampungnya.
Hebatnya, Melati pun masih bisa bersahabar. Tak disangka ternyata Toni merupakan orang yang suka marah-marah, keras kepala dan kurang bisa bersosial pada masyarakat sekitar.
Hingga sekarang, Melati sudah memiliki 5 anak, 2 diantaranya laki-laki dan 3 diantaranya perempuan. Mereka berlima, kebutuhan hidupnya ditanggung sendiri oleh Melati. Toni pun yang merupakan kepala keluarga, ia hanya membantu jualan, tidak bekerja layaknya seorang bapak pada umumnya serperti di lingkungan kita.
Sekarang, Melati sudah mulai terkuras tenaganya hingga tak mampu lagi bekerja seperti dulu. Sudah termakan usia. Dapat dibayangkan, ia bekerja sudah mulai saat usia 16 tahun hingga sekarang yang artinya ia bekerja membanting tulang untuk anak-anaknya selama kurun waktu selama 34 tahun. Anda yang merasa sebagai pekerja, tentu dapat memahami bagaimana perasaan Melati.
Pernikaham mereka sudah terjadi talak 2x. Sehingga mereka masih mempertahankan pernikahannya. Semua anak-anaknya merasa ibulah yang menjadi pahlawan dan kepala rumah tangga. Karena selama itu hanya Melatilah yang bekerja untuk kebutuhan sehari-harinya.
Melati yang sekarang mengalami jatuh sakit, kabarnya menderita sakit gejala paru-paru karena terlalu sering di depan kompor dan menggoreng terkena asap minyak. Semoga Melati diberi kekuatan dan kesembuhan agar dapat melihat anak-anaknya hidup bahagia yang dapat menghapus penderitaannya selama ini.
Lika-liku pernikahan mereka sangat pilu. Karena berbagai cobaan yang mengarah perceraian mampu mereka lalui hingga tak banyak keluarga dari si Melati membenci Toni.
"Anak merupakan tanggung jawab orang tua terlepas masih remaja maupun sudah dewasa. Seorang istri merupakan tanggungjawab dari seorang suami. Suamilah letak ke mana rumah tangga akan dijadikan seperti apa meskipun pembaca sekalian tidak sependapat. Sungguh sangat luar biasa bagi mereka yang memiliki kekuatan sabar yang melebihi batas sehingga mampu melewati berbagai cobaan yang bertubi-tubi.
Jadilah seorang lelaki yang bertanggungjawab. Jangan jadikan perempuan atau istri sebagai "sapi perah". Meraka adalah makhluk yang perlu disayang dan dilindungi bukan "diperbudak".
Ayah yang kurang bertanggung jawab sama halnya merendahkan martabat mereka sendiri sebagai lelaki. Jangan harap jika Anak dan istrinya tak menghargainya sebagai kepala rumah tangga.
Apapun kehidupan rumah tangga, seorang dapat melihat dan menarik pelajaran dari kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya. Jangan menaruh pengaruh yang buruk terhadap perkembangan anak-anak."
Mantap
BalasHapus